Shroud of Turin adalah sebuah kain linen yang
diyakini sebagian penganut Kristen sebagai kain yang menyelubungi tubuh
Yesus ketika ia diturunkan dari salib dan akan dikuburkan. Otentisitas
shroud ini dipertanyakan hingga kini, dan gereja harus melihat pada
kedokteran untuk melihat apakah tanda-tanda yang ada di sana bersesuaian
dengan realitas anatomi dan fisiologi.
Tahun
1931, para dokter dan mahasiswa kedokteran Perancis berkumpul di Paris
untuk rapat tahunan yang disebut konferensi Laennec. Saat itu, seorang
pendeta dari Vatikan, Armailhac, mengajukan sederetan potret close up
Shroud of Turin, dan meminta satu orang dokter yang ada untuk
menjelaskannya secara ilmiah.
Eksperimen
Barbet
Dr. Pierre Barbet
adalah seorang dokter bedah dari Hôpital Saint-Joseph. Ia adalah orang
yang terobsesi untuk menjelaskan “noda darah” yang ada pada shroud of
Turin. Kedua noda darah ini datang dari sumber yang sama namun melewati
jalur yang berbeda, pada sudut yang
berbeda. Yang pertama, tulisnya, “naik dan ke dalam (secara anatomis
posisinya seperti seorang tentara yang menantang), mencapai sisi ulnar
dari lengan depan. Aliran lain, lebih kecil dan berkelok, bergerak naik
hingga ke siku.”
Barbet mengatakan
kalau kedua aliran tersebut dibuat Yesus dengan memaksa tubuhnya naik
turun dengan bertopang pada tangannya di tiang salib; sehingga aliran
darah dari luka paku mengikuti dua jalur berbeda, tergantung pada posisi
mana dirinya berada. Alasan Yesus melakukan ini, menurut teori Barbet,
adalah ketika orang digantung dengan tangan mereka, ia menjadi sulit
bernapas; Yesus mencoba agar tetap bisa bernapas. Lalu setelah berapa
lama, kakinya akan kaku dan ia akan turun kembali dan diam.
Barbet mendukung gagasannya dengan
sebuah teknik penyiksaan yang digunakan di masa Perang Dunia I, dimana
korban digantung dengan tangannya, yang diikat di atas kepalanya.
“Digantung di tangan menyebabkan berbagai jenis keram dan kontraksi,”
tulis Barbet. “Akhirnya hal ini akan mengganggu otot pernapasan dan
membuat korban tidak mampu mengeluarkan napas; korban tidak mampu
mengosongkan paru-parunya dan akhirnya mati karena of asphyxia.”
Barbet menggunakan sudut pada pola yang
diduga aliran darah di shroud tersebut untuk menghitung kedua posisi
Yesus pada salib: dalam postur turun, ia menghitung kalau lengan yang
merentang membentuk sudut 65 derajat dengan batang horizontal salib.
Dalam posisi naik, lengan membentuk sudut 70 derajat dengan batang
horizontal. Barbet kemudian mencoba membuktikan teori ini menggunakan
satu dari sekian banyak mayat tanpa klaim yang dikirim ke bagian anatomi
rumah sakit dan panti sosial kota Paris.
Ketika Barbet mendapatkan mayat di labnya, ia memakunya ke
salib buatan sendiri. Ia lalu menegakkan salib dan mengukur sudut lengan
ketika tubuh berada pada posisi lemas/turun. Sudutnya benar 65 derajat.
Karena mayat tidak dapat mendorong tubuhnya naik sendiri, sudut kedua
tetap tidak dapat diperiksa.
Gagasan Barbet menyajikan sebuah
konundrum anatomis. Karena bila ada periode saat kaki Yesus dilepas dan
ia terpaksa bergantung dengan seluruh berat tubuhnya di telapak
tangannya yang dipaku, bukankah paku tersebut akan menyobek dagingnya?
Barbet bertanya apakah, faktanya, Yesus dipaku lewat pergelangan tangan
yang lebih kuat dan bertulang, bukan di daging pergelangan tangan. Ia
memutuskan melakukan sebuah eksperimen, yang didetailkan dalam A
Doctor at Cavalry. Kali ini, bukannya memasang seluruh mayat
ke salibnya, ia menyalib sebuah lengan saja. Pemilik lengan itu sendiri
telah meninggalkan ruangannya ketika Barbet memalunya:
“Setelah mengamputasi dua pertiga ke atas
dari lengan seorang tentara yang terluka parah di lengan, saya memasang
paku persegi berukuran sekitar 1/3 inci (the nail of the Passion) ke
bagian tengah pergelangan tangan… Saya dengan perlahan menggantung
sebuah pemberat 100 pound di sikunya (separuh berat badan manusia dengan
tinggi sekitar 6 kaki). Setelah sepuluh menit, luka telah memanjang; …
Saya kemudian memberi goncangan sedang, dan saya melihat paku tersebut
mendadak memaksa dirinya menembus ruyang antara dua pangkal metakarpal
dan membuat sobekan lebih besar di kulit… Goyangan kecil kedua menyobek
apa yang disisakan oleh kulit.”
Dalam
berminggu-minggu kemudian, Barbet menguji 12 lengan lagi dalam usaha
menemukan tempat yang cocok di pergelangan tangan manusia untuk memaku
paku 1/3 inci. Ini bukan waktu yang baik bagi tentara yang cedera tangan
dalam perang dan mengunjungi kantor Dr. Pierre Barbet.
Akhirnya, palu Barbet yang sibuk sampai
pada apa yang ia yakini sebagai lokasi sesungguhnya lubang paku: ruang
Destot, sebuah celah seukuran kacang antara dua baris tulang di
pergelangan. “Dalam tiap kasus,” tulisnya, “mata paku mengambil arahnya
sendiri dan terlihat meggelincir sepanjang dinding saluran dan
mendapatkan jalannya secara spontan ke ruang yang menunggunya.” Ada juga
yang menduga kalau paku tersebut dipandu oleh kekuatan ghaib. “Dan di
titik ini,” lanjut Barbet dengan bersemangat, ‘tepatnya dimana shroud
menunjukkan tanda paku, sebuah tempat dimana tidak ada orang yang punya
penjelasan mengenainya…”
Eksperimen
Zugabe
Dan datanglah
Frederick Zugibe. Zugibe adalah seorang pemeriksa medis gila kerja dari
Rockland County, New York, yang menghabiskan waktu luangnya meneliti
tentang Penyaliban dan “Barbet-bashing” pada apa yang ia sebut
“konferensi Shroudie” di penjuru dunia. Ia selalu memberi waktu pada
anda bila anda menelpon, namun segera jelas dalam arah percakapan kalau
Zugibe hanya punya sedikit waktu luang. Ia separuh jalan dalam
menjelaskan rumus untuk menentukan tarikan tubuh pada tiap tangan
Kristus ketika suaranya akan menjauh dari telpon untuk satu menit, lalu
kembali dan mengatakan, “Maaf. Tadi ada jasad berusia 9 tahun. Ayahnya
membunuhnya. Um, sampai dimana kita tadi?”
Seperti Barbet, Zugibe membangun sebuah salib, yang telah
berdiri – kecuali beberapa hari di tahun 2001 dimana ia diperbaiki –
dalam garasinya di pinggiran kota New York selama empat puluh tahun.
Bukannya menyalib mayat, Barbet menggunakan lima sukarelawan, ratusan
dalam sederetan eksperimen selanjutnya. Untuk studi pertamanya, ia
merekrut dari seratus relawan dari kelompok religius lokal, Third Order
of St. Francis.

Hal pertama yang dia temukan saat ia
mulai meletakkan manusia di salibnya adalah tidak satupun diantaranya
yang mengalami masalah pernapasan, bahkan bila mereka disana selama 45
menit. (Ia skeptis tentang teori tersedak Barbet dan menyanggah
referensi pada korban penyiksaan karena tangan mereka langsung berada di
atas kepala mereka, bukan disisi mereka). Tidak pula subjek Zugabe
secara spontan mencoba mengangkat diri mereka. Faktanya, ketika diminta
melakukan itu, dalam eksperimen berbeda, mereka tidak mampu
melakukannya. “Mustahil mengangkat dirimu dari posisi tersebut, dengan
kaki terikat di salib,” kata Zugibe. Lebih lanjut, ia menunjukkan,
aliran darah ganda mengalir di belakang tangan, yang ditekan melawan
salib. Bila Yesus mendorong dirinya naik dan turun, darah dari luka
tersebut akan menumpuk, tidak membelah menjadi dua aliran.
Lalu apa yang menyebabkan tanda dua aliran
di Shroud? Zugibe membayangkan kalau itu terjadi ketika Yesus diturunkan
dari salib dan dimandikan. Pemandian mengganggu penggumpalan dan
sedikit darah mengalir dan membelah pada dua saluran saat ia bertemu
dengan tonjolan styloid ulnar, tonjolan yang keluar dari sisi luar (jari
kelingking) pergelangan. Zugibe ingat melihat aliran darah semacam ini
dari korban luka tembak di labnya. Ia menguji teorinya dengan mencuci
darah kering dari luka sebuah mayat yang baru datang di lab nya untuk
melihat apakah ada sedikit darah yang memang mengalir. “Dalam beberapa
menit,” tulisnya dalam artikel yang ditulis dalam jurnal Sindon,
“sebuah aliran kecil darah muncul.”
Zugibe
mengenali kalau Barbet membuat kebohongan anatomis mengenai ruang
Destot, yang bukan, seperti diklaim Barbed dalam bukunya, “tepat
merupakan lokasi dimana shroud memunculkan tanda paku.” Luka di belakang
tangan di Shroud of Turin berada di sisi ibu jari pergelangan, dan
setiap buku teks anatomi akan mengatakan kalau ruang Destot berada di
sisi kelingking pergelangan, dimana Barbet memasukkan pakunya ke
pergelangan mayat.

Teori Zugibe mengatakan kalau paku
menembus telapak tangan Yesus lewat suatu sudut dan keluar pada sisi
belakang pergelangan. Ia memiliki buktinya sendiri: potret yang diambil
40 tahun lalu dari seorang korban pembunuhan yang ada di labnya. “Ia
ditikam secara brutal di seluruh tubuhnya,” ingat Zugibe. “Saya
menemukan luka pertahanan dimana ia mengangkat tangannya dalam usaha
melindungi wajahnya dari tikaman.” Lewat lubang luka di telapak tangan
ini, pisau tampaknya masuk lewat suatu sudut, keluar ke belakang
pergelangan di sisi ibu jari. Jalur pisau tampaknya mendapat sedikit
hambatan saja: sinar X tidak menunjukkan adanya tulang yang terpotong.
Tetapi
Apakah memang ada darah di Shroud of Turin?
Menurut uji forensik yang dilakukan oleh Alan Adler, seorang kimiawan
dan seorang Shroudie, itu jelas bukan darah. Menurut Joe Nickell,
pengarang Inquest on the Shroud of Turin, itu juga bukan darah.
Dalam sebuah artikel dalam situs yang terkenal sebagai kelompok skeptis
Committee for the Scientific Investigation of Claims of the Paranormal,
Nickell mengatakan kalau uji forensik pada “darah” mengungkapkan kalau
itu hanyalah campiran ocher merah dan cat termpera vermilion.
Sumber
Roach, M. 2003. Stiff: The Curious Lives
of Human Cadavers. Penguin Books.
http://www.faktailmiah.com/2011/08/11/eksperimen-penyaliban-dan-shroud-of-turin.html