Selasa, 11 Oktober 2011

Eksperimen Penyaliban dan Shroud of Turin

Shroud of Turin adalah sebuah kain linen yang diyakini sebagian penganut Kristen sebagai kain yang menyelubungi tubuh Yesus ketika ia diturunkan dari salib dan akan dikuburkan. Otentisitas shroud ini dipertanyakan hingga kini, dan gereja harus melihat pada kedokteran untuk melihat apakah tanda-tanda yang ada di sana bersesuaian dengan realitas anatomi dan fisiologi.


Tahun 1931, para dokter dan mahasiswa kedokteran Perancis berkumpul di Paris untuk rapat tahunan yang disebut konferensi Laennec. Saat itu, seorang pendeta dari Vatikan, Armailhac, mengajukan sederetan potret close up Shroud of Turin, dan meminta satu orang dokter yang ada untuk menjelaskannya secara ilmiah.

Eksperimen Barbet
Dr. Pierre Barbet adalah seorang dokter bedah dari Hôpital Saint-Joseph. Ia adalah orang yang terobsesi untuk menjelaskan “noda darah” yang ada pada shroud of Turin. Kedua noda darah ini datang dari sumber yang sama namun melewati jalur yang berbeda, pada sudut yang berbeda. Yang pertama, tulisnya, “naik dan ke dalam (secara anatomis posisinya seperti seorang tentara yang menantang), mencapai sisi ulnar dari lengan depan. Aliran lain, lebih kecil dan berkelok, bergerak naik hingga ke siku.”
Barbet mengatakan kalau kedua aliran tersebut dibuat Yesus dengan memaksa tubuhnya naik turun dengan bertopang pada tangannya di tiang salib; sehingga aliran darah dari luka paku mengikuti dua jalur berbeda, tergantung pada posisi mana dirinya berada. Alasan Yesus melakukan ini, menurut teori Barbet, adalah ketika orang digantung dengan tangan mereka, ia menjadi sulit bernapas; Yesus mencoba agar tetap bisa bernapas. Lalu setelah berapa lama, kakinya akan kaku dan ia akan turun kembali dan diam.
Barbet mendukung gagasannya dengan sebuah teknik penyiksaan yang digunakan di masa Perang Dunia I, dimana korban digantung dengan tangannya, yang diikat di atas kepalanya. “Digantung di tangan menyebabkan berbagai jenis keram dan kontraksi,” tulis Barbet. “Akhirnya hal ini akan mengganggu otot pernapasan dan membuat korban tidak mampu mengeluarkan napas; korban tidak mampu mengosongkan paru-parunya dan akhirnya mati karena of asphyxia.”
Barbet menggunakan sudut pada pola yang diduga aliran darah di shroud tersebut untuk menghitung kedua posisi Yesus pada salib: dalam postur turun, ia menghitung kalau lengan yang merentang membentuk sudut 65 derajat dengan batang horizontal salib. Dalam posisi naik, lengan membentuk sudut 70 derajat dengan batang horizontal. Barbet kemudian mencoba membuktikan teori ini menggunakan satu dari sekian banyak mayat tanpa klaim yang dikirim ke bagian anatomi rumah sakit dan panti sosial kota Paris.
Ketika Barbet mendapatkan mayat di labnya, ia memakunya ke salib buatan sendiri. Ia lalu menegakkan salib dan mengukur sudut lengan ketika tubuh berada pada posisi lemas/turun. Sudutnya benar 65 derajat. Karena mayat tidak dapat mendorong tubuhnya naik sendiri, sudut kedua tetap tidak dapat diperiksa.


Gagasan Barbet menyajikan sebuah konundrum anatomis. Karena bila ada periode saat kaki Yesus dilepas dan ia terpaksa bergantung dengan seluruh berat tubuhnya di telapak tangannya yang dipaku, bukankah paku tersebut akan menyobek dagingnya? Barbet bertanya apakah, faktanya, Yesus dipaku lewat pergelangan tangan yang lebih kuat dan bertulang, bukan di daging pergelangan tangan. Ia memutuskan melakukan sebuah eksperimen, yang didetailkan dalam A Doctor at Cavalry. Kali ini, bukannya memasang seluruh mayat ke salibnya, ia menyalib sebuah lengan saja. Pemilik lengan itu sendiri telah meninggalkan ruangannya ketika Barbet memalunya:
“Setelah mengamputasi dua pertiga ke atas dari lengan seorang tentara yang terluka parah di lengan, saya memasang paku persegi berukuran sekitar 1/3 inci (the nail of the Passion) ke bagian tengah pergelangan tangan… Saya dengan perlahan menggantung sebuah pemberat 100 pound di sikunya (separuh berat badan manusia dengan tinggi sekitar 6 kaki). Setelah sepuluh menit, luka telah memanjang; … Saya kemudian memberi goncangan sedang, dan saya melihat paku tersebut mendadak memaksa dirinya menembus ruyang antara dua pangkal metakarpal dan membuat sobekan lebih besar di kulit… Goyangan kecil kedua menyobek apa yang disisakan oleh kulit.”
Dalam berminggu-minggu kemudian, Barbet menguji 12 lengan lagi dalam usaha menemukan tempat yang cocok di pergelangan tangan manusia untuk memaku paku 1/3 inci. Ini bukan waktu yang baik bagi tentara yang cedera tangan dalam perang dan mengunjungi kantor Dr. Pierre Barbet.


Akhirnya, palu Barbet yang sibuk sampai pada apa yang ia yakini sebagai lokasi sesungguhnya lubang paku: ruang Destot, sebuah celah seukuran kacang antara dua baris tulang di pergelangan. “Dalam tiap kasus,” tulisnya, “mata paku mengambil arahnya sendiri dan terlihat meggelincir sepanjang dinding saluran dan mendapatkan jalannya secara spontan ke ruang yang menunggunya.” Ada juga yang menduga kalau paku tersebut dipandu oleh kekuatan ghaib. “Dan di titik ini,” lanjut Barbet dengan bersemangat, ‘tepatnya dimana shroud menunjukkan tanda paku, sebuah tempat dimana tidak ada orang yang punya penjelasan mengenainya…”

Eksperimen Zugabe
Dan datanglah Frederick Zugibe. Zugibe adalah seorang pemeriksa medis gila kerja dari Rockland County, New York, yang menghabiskan waktu luangnya meneliti tentang Penyaliban dan “Barbet-bashing” pada apa yang ia sebut “konferensi Shroudie” di penjuru dunia. Ia selalu memberi waktu pada anda bila anda menelpon, namun segera jelas dalam arah percakapan kalau Zugibe hanya punya sedikit waktu luang. Ia separuh jalan dalam menjelaskan rumus untuk menentukan tarikan tubuh pada tiap tangan Kristus ketika suaranya akan menjauh dari telpon untuk satu menit, lalu kembali dan mengatakan, “Maaf. Tadi ada jasad berusia 9 tahun. Ayahnya membunuhnya. Um, sampai dimana kita tadi?”
Seperti Barbet, Zugibe membangun sebuah salib, yang telah berdiri – kecuali beberapa hari di tahun 2001 dimana ia diperbaiki – dalam garasinya di pinggiran kota New York selama empat puluh tahun. Bukannya menyalib mayat, Barbet menggunakan lima sukarelawan, ratusan dalam sederetan eksperimen selanjutnya. Untuk studi pertamanya, ia merekrut dari seratus relawan dari kelompok religius lokal, Third Order of St. Francis.


Hal pertama yang dia temukan saat ia mulai meletakkan manusia di salibnya adalah tidak satupun diantaranya yang mengalami masalah pernapasan, bahkan bila mereka disana selama 45 menit. (Ia skeptis tentang teori tersedak Barbet dan menyanggah referensi pada korban penyiksaan karena tangan mereka langsung berada di atas kepala mereka, bukan disisi mereka). Tidak pula subjek Zugabe secara spontan mencoba mengangkat diri mereka. Faktanya, ketika diminta melakukan itu, dalam eksperimen berbeda, mereka tidak mampu melakukannya. “Mustahil mengangkat dirimu dari posisi tersebut, dengan kaki terikat di salib,” kata Zugibe. Lebih lanjut, ia menunjukkan, aliran darah ganda mengalir di belakang tangan, yang ditekan melawan salib. Bila Yesus mendorong dirinya naik dan turun, darah dari luka tersebut akan menumpuk, tidak membelah menjadi dua aliran.
Lalu apa yang menyebabkan tanda dua aliran di Shroud? Zugibe membayangkan kalau itu terjadi ketika Yesus diturunkan dari salib dan dimandikan. Pemandian mengganggu penggumpalan dan sedikit darah mengalir dan membelah pada dua saluran saat ia bertemu dengan tonjolan styloid ulnar, tonjolan yang keluar dari sisi luar (jari kelingking) pergelangan. Zugibe ingat melihat aliran darah semacam ini dari korban luka tembak di labnya. Ia menguji teorinya dengan mencuci darah kering dari luka sebuah mayat yang baru datang di lab nya untuk melihat apakah ada sedikit darah yang memang mengalir. “Dalam beberapa menit,” tulisnya dalam artikel yang ditulis dalam jurnal Sindon, “sebuah aliran kecil darah muncul.”
Zugibe mengenali kalau Barbet membuat kebohongan anatomis mengenai ruang Destot, yang bukan, seperti diklaim Barbed dalam bukunya, “tepat merupakan lokasi dimana shroud memunculkan tanda paku.” Luka di belakang tangan di  Shroud of Turin berada di sisi ibu jari pergelangan, dan setiap buku teks anatomi akan mengatakan kalau ruang Destot berada di sisi kelingking pergelangan, dimana Barbet memasukkan pakunya ke pergelangan mayat.



Teori Zugibe mengatakan kalau paku menembus telapak tangan Yesus lewat suatu sudut dan keluar pada sisi belakang pergelangan. Ia memiliki buktinya sendiri: potret yang diambil 40 tahun lalu dari seorang korban pembunuhan yang ada di labnya. “Ia ditikam secara brutal di seluruh tubuhnya,” ingat Zugibe. “Saya menemukan luka pertahanan dimana ia mengangkat tangannya dalam usaha melindungi wajahnya dari tikaman.” Lewat lubang luka di telapak tangan ini, pisau tampaknya masuk lewat suatu sudut, keluar ke belakang pergelangan di sisi ibu jari. Jalur pisau tampaknya mendapat sedikit hambatan saja: sinar X tidak menunjukkan adanya tulang yang terpotong.

Tetapi
Apakah memang ada darah di Shroud of Turin? Menurut uji forensik yang dilakukan oleh Alan Adler, seorang kimiawan dan seorang Shroudie, itu jelas bukan darah. Menurut Joe Nickell, pengarang Inquest on the Shroud of Turin, itu juga bukan darah. Dalam sebuah artikel dalam situs yang terkenal sebagai kelompok skeptis Committee for the Scientific Investigation of Claims of the Paranormal, Nickell mengatakan kalau uji forensik pada “darah” mengungkapkan kalau itu hanyalah campiran ocher merah dan cat termpera vermilion.

Sumber
Roach, M. 2003. Stiff: The Curious Lives of Human Cadavers. Penguin Books.
http://www.faktailmiah.com/2011/08/11/eksperimen-penyaliban-dan-shroud-of-turin.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar