PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengaku terkejut terhadap
informasi masuknya Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh,
Kabupaten Sambas, seluas 1.499 hektare ke dalam wilayah administratif
Pemerintah Diraja Malaysia.Ia pun lantas menegaskan jika wilayah
tersebut masuk wilayah Indonesia yang sah berdasarkan Traktat London
tahun 1824. “Sebagai seorang gubernur, tak sejengkal tanah pun akan saya
serahkan kepada Pemerintah Malaysia. Tanah itu akan tetap saya
pertahankan,” tegas Cornelis di Pontianak, Kamis (29/9).Menurutnya,
Traktat London adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan
Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua
negara. Salah satu isi perjanjian itu adalah batas negara antara
Indonesia dan Malaysia di Kalimantan didasarkan pada watershead.
Artinya, pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam
dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah.
“Kita sudah tahu bahwa karakter Dusun Camar Bulan itu datar. Tidak
ada gunung atau pegunungan Juga tidak ada sungai di sana. Sehingga
sangat tidak memenuhi syarat sebagai watershead. Lalu kenapa wilayah itu
harus masuk ke peta Malaysia,” tegas Cornelis.Atas dasar itu pula, dia
telah memerintahkan Bupati Sambas, Juliarti Djuhardi Alwi untuk memasang
pagar kawat berduri di sepanjang wilayah perbatasan. Pemerintah Kalbar
juga telah mengimbau warga Camar Bulan yang berjumlah 170 keluarga atau
sekitar 700 jiwa, untuk beraktivitas di kawasan sengketa, termasuk
menanam pohon dan berkebun.Selain itu, Cornelis meminta hasil pertemuan
antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Kinabalu pada 1976 dan hasil
pertemuan kedua negara di Semarang, Jawa Tengah tahun 1978 yang
menyebut Camar Bulan masuk wilayah Malaysia segera dibatalkan karena
bertentangan dengan Traktat London, Peta Belanda, dan Peta Inggris.
“Saya juga mendapat informasi bahwa Badan Survei dan Pemetaan
Nasional sudah membuat peta yang memasukkan Camar Bulan ke dalam wilayah
Malaysia supaya tidak ditandatangani karena sangat merugikan Indonesia,
khususnya wilayah administrasi Kalbar. Saya juga akan mengajukan protes
ke pemerintah pusat terhadap permasalahan Camar Bulan,” pinta
Cornelis.Sebaiknya, kata Cornelis, pengukuran itu ditinjau kembali
dengan nafas yang sama, yakni Traktat London. “Kita bisa lihat patok
batas 104 buatan Belanda. Semua materialnya sudah diuji laboratorium dan
persis sama dengan material patok batas yang ada di Tanjung Datuk,
Sambas. Bandingkan dengan patok batas 104 yang baru dibuat dan ditancap
jauh sampai 1.499 hektare ke dalam wilayah kekuasaan NKRI,” pungkasnya.
Selain itu, Cornelis juga meminta seluruh seluruh bupati di kawasan
perbatasan untuk mengecek ulang patok batas yang ada.
”Lima bupati perbatasan cek ulang. Lihat patok batas, jangan hanya
tunggu di kantor. Hasil itu akan saya sampaikan kepada pemerintah pusat,
agar diadakan perundingan kembali antara Pemerintah Indonesia dengan
Malaysia,” ungkap Cornelis seusai membuka Rapat Koordinasi Pengelola
Keuangan Kabupaten/Kota se Kalbar, Kamis (29/9) di Orchardz Hotel
Pontianak.”Sampai hari ini, tanda di peta tidak ada (masuk ke Malaysia.
Secara internasional itu masuk ke Indonesia. Tetapi kok pengukuran pada
1975-1978 masuk ke sini (Malaysia),” jelas Cornelis sambil menunjukkan
selembar kertas berisi peta.Cornelis menegaskan dirinya akan mengajukan
keberatan kepada Pemerintah Indonesia atas bergesernya patok batas.”Kami
minta melakukan perundingan kembali apakah melalui Kementerian
Pertahanan Keamanan atau yang lainnya. Setelah tinjau lokasi saya
langsung menyampaikan secara resmi kepada pemerintah pusat,” ujar
Cornelis. Ia juga meminta pemerintah daerah di perbatasan untuk
memperhatikan warganya dengan memberikan kartu keluarga, kartu tanda
penduduk, dan akta kelahiran gratis. ”Agar mereka tetap menjadi warga
Negara Indonesia. Anda boleh pindah jadi warga negara Malaysia, tetapi
buminya (tanahnya) tidak boleh digeser,” katanya. (mnk/uni)
Sumber: Pontianak
Pos Online
Jum’at, 30 September 2011 , 08:00:00
Jum’at, 30 September 2011 , 08:00:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar