Kenapa manusia ada? karena Seleksi alam memaksa leluhur untuk beradaptasi atau mati.
Individu yang mengalami mutasi yang
menguntungkan pada leluhur manusia berhasil selamat dan berkembang biak.
Sesederhana itu....?????
Ternyata keberadaan manusia di Bumi sekarang tidak
semata karena evolusi. Bila ditarik garis ke belakang, ke masa lalu,
maka ada serentetan peristiwa luar biasa yang menandai kehadiran kita di
Bumi. Mari kita telusuri ke masa lalu, apa saja yang menyebabkan
mengapa manusia ada.
Karena adanya Kekacauan
What? Tapi itu benar. Kita ada karena
dunia ini kacau. Fenomena ini dijelaskan oleh teori Chaos yang terkenal
dengan istilah Butterfly Effect-nya. Pada dasarnya teori Chaos
mengatakan, sedikit saja gangguan pada sebuah sistem chaos, maka akan
terjadi perubahan perilaku yang drastis. Ambil contoh begini, bayangkan
kalau hidung Cleopatra sedikit saja lebih pesek atau sepatu kuda raja
Richard III kurang satu, kerajaan dapat runtuh, dan dunia akan sangat
berbeda dari sekarang. Inilah efek kupu-kupu, sesuatu yang sepele,
ternyata bisa berakibat besar. Para ilmuan mengamatinya pada sistem
cuaca. Sedikit saja suhu di naikkan, atau kelembaban udara turun satu
angka pada posisi desimal, maka cuaca menjadi berubah drastis.
Analoginya seperti meletakkan satu demi satu bulu di atas jembatan.
Suatu saat, entah itu kapan, kamu cukup meletakkan satu bulu, dan
tiba-tiba jembatan menjadi runtuh karena bebannya terlampaui. Karenanya,
kita ada sekarang, dipengaruhi oleh begitu banyak kekacauan di masa
lalu, berbagai peristiwa kecil yang terlihat sepele namun berdampak luas
bagi hidup kita.
Dari tak terhitung kekacauan yang terjadi
di dalam sejarah, tentunya ada peristiwa yang sangat kacau dan peristiwa
yang tidak terlalu kacau. Sebagai contoh, suhu di malam orang tua saya "berhubungan" menentukan keberadaan saya. Jika sedikit saja lebih dingin, saya
tidak akan ada. Tapi tetap ada manusia toh? Walaupun bukan saya, tapi ia
tetap mirip orang tua saya dan mungkin mirip saya. Dia tidak akan
mirip dengan, katakanlah Zebra. Tentunya ada sebuah saat dimana
kekacauan lebih berpotensi menghasilkan kita daripada kekacauan jenis
lainnya. Jadi, mari kita tanyakan kembali, mengapa manusia ada?
Karena Ada Danau Toba
Anda mungkin sudah membaca tulisan kami tentang asal
usul Danau Toba. Disana kita sudah jelaskan peran letusan Toba
terhadap evolusi manusia. Danau Toba dulunya adalah supervolcano. Ia
meletus sekitar 85 ribu tahun lalu dan mempengaruhi Asia dan Afrika.
Saat itu leluhur manusia kita hidup kurang lebih stabil. Tapi dengan
adanya letusan Toba, mereka dipaksa untuk beradaptasi, atau mati. Kita
diambang kepunahan waktu itu. Seandainya para leluhur tidak mampu
beradaptasi, kita tidak akan ada di sini.
Saat itu daerah subur merupakan harta karun bagi leluhur. Para
leluhur berkompetisi dengan sesama mereka maupun dengan primata
lainnya. Inovasi seperti alat batu dan alat tulang merupakan hal yang
berharga. Alat membantu kita mendapatkan makanan jenis baru. Bayangkan
sebuah kayu panjang yang dapat menjatuhkan mangga atau cangkul untuk
menggali umbi-umbian.
Dengan banyaknya tekanan seleksi yang menggoyang evolusi kita, perlahan
leluhur mulai berubah. Ucapan mereka, misalnya, dulu hanya sederhana,
mungkin hanya ah ih uh. Lama kelamaan menjadi kompleks, dan membentuk
bahasa kita. Dengan bahasa, gagasan-gagasan dapat lebih luas, cakrawala
lebih lebar dan lebih sedikit kesalahpahaman. Mutasi pada gen pembentuk
otak mengakibatkan beberapa leluhur mampu melakukan vokalisasi yang
lebih kompleks. Keturunannya mampu berbicara dengan kosakata lebih
banyak dan fleksibel dan meledakkan kendala komunikasi interpersonal.
Bahasa telah muncul.
Tapi saat ini manusia sudah ada. Karenanya, mengapa manusia ada belum
terjawab. Terjadinya letusan Toba mungkin menjawab pertanyaan, mengapa
manusia memiliki teknologi, mengapa kita tidak seperti manusia purba,
tapi tidak banyak perbedaan antara manusia sekarang dengan 70 ribu tahun
lalu. Kita masih satu spesies, sama-sama Homo sapiens. Jadi,
mengapa manusia ada?
Karena Pohon sedikit
Sebelum sekitar 20 juta tahun lalu, Afrika Timur dipenuhi
hutan rimba tropis mirip Amazon. Leluhur kita berlompatan di pepohonan,
menikmati lebatnya pepohonan. Kemudian Bumi bergerak, magma di bagian
bawah Ethiopia Utara menggeser perlahan. Dalam 15 juta tahun kemudian,
dua pegunungan raksasa terbentuk dari utara ke selatan, masing-masing
dengan tinggi 2 kilometer dari utara ke selatan. Dari Timur, angin yang
datang dari Samudera Hindia ditolak balik oleh pegunungan ini. Dari
Barat, angin yang datang dari Samudera Atlantik dan Kongo di tolak
balik, juga oleh pegunungan ini. Akibatnya, curah hujan menurun. Hutan
rimba perlahan berubah menjadi padang rumput yang luas.
Bagi leluhur kita, tinggal di pohon
tidak lagi nyaman. Pohon sedikit dan populasi mereka bertambah.
Berdesakan di pohon tidaklah baik. Kadang ada yang jatuh dan tewas. Ada
banyak jalan sebenarnya, tapi kebetulan, sebuah mutasi memungkinkan
leluhur untuk dapat berjalan, bukannya berayun di pepohonan. Kemampuan
berjalan memberi banyak kemudahan. Dan tibalah saat itu, 6 juta tahun
lalu, sebuah spesies primata belajar berdiri dan berjalan dengan dua
kaki.
Lingkungan yang berubah cepat
berarti evolusi primata ini tidak berhenti sampai disini. Sekitar 2.5
juta tahun lalu, evolusi mengambil dua jalan. Pertama menuju otak yang
lebih besar agar dapat mencari cara lebih baik untuk beradaptasi, kedua
dengan mengembangkan rahang yang lebih besar untuk memakan biji dan umbi
yang keras. Strategi pertama memiliki kekuatan terbesar. Manusia dengan
rahang besar punah, sementara manusia dengan otak besar, Homo habilis,
bertahan. Dialah leluhur semua manusia di Bumi sekarang.
Saat ini jawaban kita pada pertanyaan:
Mengapa manusia ada, adalah karena pepohonan sedikit. Leluhur kita hidup
di pohon, tanpa pohon mereka harus beradaptasi, atau mati. Lalu mengapa
leluhur yang hidup di pohon ini ada? Mengapa primata ada?
Karena dinosaurus punah
Meteor raksasa yang pernah kami bahas dalam dampak tumbukan
meteor, yang kita simulasikan jatuh di Bandung dan menghabisi umat
manusia, jatuh sekitar 100 juta tahun sekali. Tapi justru keberadaan
kita mungkin disebabkan peristiwa yang sama, 65 juta tahun lalu.
Saat itu, sebuah asteroid berdiameter 10
kilometer menghantam semenanjung Yucatan di Meksiko masa kini. Karbon
dan gas kaya belerang dari lapisan batuan yang terhantam mencuat ke
angkasa yang terbakar, langit menghitam, Bumi mendingin dan hujan asam
mengguyur. Dalam beberapa bulan, seluruh spesies dinosaurus punah.
Begitu juga beberapa spesies reptil di lautan dan udara, amonita,
sebagian besar burung dan tanaman darat.
Separuh spesies mamalia ikut punah. Yang bertahan hidup adalah
mereka yang paling kecil dan lincah, berlarian bersembunyi di balik
batuan dan reruntuhan. Mereka pemakan bangkai dan justru senang melihat
punahnya dinosaurus. Di satu sisi mereka tidak memiliki predator, di
sisi lain, bangkai dinosaurus berserakan di mana-mana. Sebuah pesta
besar bagi mamalia kecil. Dalam waktu singkat, mamalia berkembang biak,
meluas di sekitar ekosistem air tawar.
Merekalah para pewaris bumi. Mamalia menggantikan kekuasaan
dinosaurus di darat dan kemudian di laut. Kita belum menguasai udara.
Burung lebih cepat ke sana, sementara kelelawar tidak terlalu mampu.
10
juta tahun setelah kepunahan
dinosaurus, mamalia menjalari segala jenis niche di darat, dengan
berbagai jenis adaptasinya, salah satunya di pepohonan, seperti leluhur
kita. Tapi, kenapa dinosaurus, mamalia dan semua hewan yang disebutkan
di atas ada?
Karena Pemanasan Global
800 juta tahun lalu, seluruh daratan di
Bumi tersatukan dalam superbenua Rodinia. Super benua ini mulai retak,
rusak di setiap pijakannya, akibat aktivitas magma. Dari retakan-retakan
tersebut melepaskan gas yang mempengaruhi cuaca sehingga udara lebih
dinamis dari sebelumnya. Samudera dipenuhi nutrisi, sama halnya dengan
suburnya daerah sekitar gunung berapi sekarang. Populasi Cyanobacteria
meledak. Karena cyanobacteria adalah bakteri fotosintesis,
maka ini berarti terjadi ledakan oksigen di mana-mana. Sampah
fotosintesis ini menjalari atmosfer Bumi. Ya, oksigen adalah sampah. Ia
hasil buangan dari proses fotosintesis tumbuhan.
Fotosintesis membutuhkan karbon dioksida.
Akibatnya, karbon dioksida disedot dari Bumi oleh para cyanobacteria.
Bumi pun mengalami pendinginan global. Sebuah periode yang disebut
ilmuan “snowball earth”. Mahluk-mahluk ber sel satu menggigil kedinginan
dan mati, beberapa ber evolusi, memunculkan tipe sel baru yang lebih
kompleks.
Mereka adalah ganggang
hijau dan lumut kerak. Perlahan mereka berusaha hidup di daratan.
Keseimbangan tercapai saat banyak cyanobacteria sendiri mati. Karbon
dioksida kembali bertambah. Mulailah pemanasan global.
635 juta tahun lalu, pemanasan global
membuat Bumi yang tertutup salju mulai mencair. Es menarik diri dari
khatulistiwa menuju ke kutub. Daratan terbuka dan para lumut kerak
bergembira. Mereka menancapkan akarnya (hifa) di bebatuan. Pelapukan
biologi, kimia dan fisika terjadi di daratan dan mengubah batuan menjadi
tanah. Sisa pelapukan terbasuh dari daratan ke lautan dan lautan ikut
merasakan kegembiraan atas limpahan nutrisi.
Lumut kerak terus memangsa batuan dan aliran nutrisi ke lautan
terus menjejalkan kenikmatan pada para bakteri fotosintesis. Oksigen
pun melonjak kembali hingga pada persentase sekarang.
580 juta tahun lalu, leluhur hewan pertama
muncul, lalu leluhur tanaman berdaun. Mereka pada gilirannya kelak akan
memiliki keturunan yang dapat berdiri di tepi pantai, menghirup segarnya
udara yang dibawakan angin laut.
Sekarang pertanyaannya adalah, mengapa ada ganggang hijau dan lumut
kerak?
Karena ada Benturan dua mikroba
Kehidupan di bumi didominasi dua jenis sel:
prokariota (bakteri dan arkea) yang hanyalah sebuah tas kimiawi, dan
eukariota, sel dengan berbagai perlengkapan tempur untuk hidup lebih
baik (selaput internal, sistem rangka dan transportasi). Bakteri
terbesar di dunia hanyalah kurang dari satu milimeter, tapi sel
eukariota terbesar (telur) bisa mencapai hampir satu meter. Para bakteri
hanya mampu paling bisa membuat untai sel-sel sejenis dirinya, tapi sel
eukariota mampu bekerja sama membuat segalanya mulai dari otak, daun,
tulang dan kayu.
2 miliar tahun lalu,
yang ada hanyalah bakteri dan arkea. Keduanya adalah prokariota. Lalu
kejadian aneh terjadi. Seekor arkea yang sedikit berbeda dari leluhurnya
berbenturan dengan seekor bakteri. Proses kimia membuat mereka
berikatan dan tidak dapat lepas. Merekapun bersimbiosis dan jadilah
eukariota pertama. Sang Bakteri itu sendiri bertugas sebagai pembangkit
energi sel. Ia ber evolusi menjadi mitokondria.
Istilah simbiosis di dalam sel tersebut adalah endosimbiosis.
Kloroplas misalnya, dulu adalah bakteri fotosintesis yang hidup bebas.
Ia ikut serta dalam parade sel jenis baru. Satu demi satu kelompok
kerjasama ini terbentuk dan hidup bersama bentuk-bentuk sel tunggal di
lautan. Bedanya, sel eukariota mampu bekerja sama dengan sel eukariota
lain, membentuk apa yang kita sebut mahluk multiseluler.
Lalu, kenapa ada bakteri dan arkea?
Karena Bumi disiram dengan bom
Misi ke bulan memberikan kejutan bagi kita.
Kawah-kawah raksasa di sana ternyata usianya sama. Usia mereka 3.9
miliar tahun. Apa artinya ini? Ini berarti 3.9 miliar tahun lalu terjadi
sebuah pengeboman besar-besaran di Bulan. Sangat jelas kalau ini juga
berarti hal yang sama terjadi di Bumi. Bumi lebih besar, hanya saja
kawahnya habis terkikis proses dinamika planet ini.
Sangat mungkin kalau diantara bom-bom
raksasa penghajar Bumi itu salah satunya atau beberapa adalah komet.
Mereka terbentuk jauh lebih dalam di pinggiran tata surya dan karenanya
membawa air beku di dalam perutnya. Air tersebut terbongkar saat mereka
menghantam Bumi dan menjadi air pertama di Bumi.
Saat pengeboman berakhir, wajah Bumi
benar-benar kacau. Berantakan dengan berbagai kawah berisi lahar di
mana-mana. Seiring waktu, orbit stabil dan Bumi mendingin. Di dalam
kawah-kawah saksi bisu tumbukan kejam itu, mulailah air dari komet
mencair dan menjadi oasis-oasis tempat lahirnya kehidupan pertama di
planet Bumi.
Bila sebelum pengeboman
terjadi ternyata sudah ada kehidupan di Bumi, maka pengeboman tersebut
mungkin menyapu kehidupan, menyisakan bakteri-bakteri yang paling tahan
terhadap panas. Kita melihat bukti ini dari bulan. Lalu kenapa bulan
ada?
Pasangan Bumi-Bulan tidak ada bandingnya di Tata Surya. Planet lain punya satelit yang jauh lebih kecil darinya. Tidak heran Yupiter sang raksasa punya puluhan satelit. Mereka umumnya berasal dari batu-batu kecil yang terjebak di titik gravitasi dan menumpuk, atau berasal dari batuan yang lewat terlalu dekat dengan planet hingga tertarik dan tak dapat lepas.
Karena Bumi ditampar
4.5 miliar tahun lalu, bumi hanyalah bayi planet yang rentan.
Sementara di mana-mana berterbangan bebatuan raksasa yang tidak jelas
arahnya. Satu di antaranya menampar bumi. Sang penampar berukuran lebih
kecil. Saat ia menghantam Bumi, sebagian dirinya tertanam di planet ini,
sebagian lagi terlontar balik ke luar angkasa. Inilah bulan, yang
engkau lihat di langit malam.
Pasangan Bumi-Bulan tidak ada bandingnya di Tata Surya. Planet lain punya satelit yang jauh lebih kecil darinya. Tidak heran Yupiter sang raksasa punya puluhan satelit. Mereka umumnya berasal dari batu-batu kecil yang terjebak di titik gravitasi dan menumpuk, atau berasal dari batuan yang lewat terlalu dekat dengan planet hingga tertarik dan tak dapat lepas.
Keberadaan Bulan mencegah perubahan liar
dalam pola pemanasan Matahari di permukaan Bumi. Akibatnya Bumi tidak
mengalami ayunan iklim yang ganas. Bumi juga tidak mengalami perubahan
suhu yang drastis dimana Bumi membeku sepenuhnya. Kondisi yang ideal
untuk berkembangnya kehidupan.
Selanjutnya, kenapa ada Bumi, Bulan dan
Matahari, dan planet-planet di Tata Surya?
Karena ada Bintang yang Meledak
Alam semesta dipenuhi hidrogen, helium dan
debu di mana-mana. 4.6 miliar tahun lalu, Salah satu pojok yang padat
dengan adukan ini mendapatkan limpahan energi. Petunjuknya datang dari
meteorit. Berbeda dengan batuan asli planet Bumi, meteorit nyaris tidak
berubah semenjak ia diremas saat Tata Surya terbentuk. Meteorit tua
ditemukan mengandung banyak besi-60, sebuah isotop radioaktif berat.
Hanya ada sedikit sekali fenomena yang bisa menyebabkan isotop ini
terbentuk di antariksa. Yang paling mungkin adalah supernova. Ledakan
bintang raksasa. Ia ibarat goresan korek api untuk menyalakan sumbu bom
evolusi di Tata Surya. Awan gas yang merupakan adukan hidrogen, helium
dan debu kita terusik dan terkompres. Teori lain mengatakan kalau tidak
lah perlu supernova. Bukti menunjukkan sambaran angin bintang raksasa
yang cukup dekat dengan awan gas ini dapat memicu pembentukan Tata
Surya. Bintang tersebut sendiri mungkin sudah berjalan dalam orbitnya
entah kemana, menyisakan tungku bintang menyala di tengah awan gas yang
baru di ganggunya. Dan terbentuklah matahari, bersama planet-planetnya.
Lalu
mengapa bahan seperti hidrogen, helium dan debu itu ada? Dengan kata
lain, mengapa materi ada?
Karena Tidak Segalanya diciptakan Berpasangan
Bila segalanya berpasangan, maka tidak
akan ada materi. Idealnya setiap partikel yang tercipta dalam Big Bang
memiliki anti partikel. Saat keduanya bertemu, terjadi penghancuran satu
sama lain, dan dua foton energi tinggi saja yang tersisa. Alam semesta
seharusnya berisi lautan cahaya. Itu saja.
Memang ada sedikit
kecenderungan ke arah satu sisi saat penghancuran diri partikel vs anti
partikel. Tapi hal ini sangat tidak cukup menjelaskan kelimpahan materi
di alam semesta sekarang. Entah mengapa tidak semua partikel memiliki
anti partikel saat Big Bang, 13.75 miliar tahun lalu. Menurut para ahli
fisika teoritis, tampaknya alam semesta kita kebetulan memiliki variabel
yang sedikit memungkinkan materi. Ia cukup untuk membuat materi ada
tapi tidak cukup untuk membuat seluruhnya materi (tanpa cahaya). Dalam
tak terhingga alam semesta, ada yang seluruhnya lubang hitam, ada yang
seluruhnya cahaya, ada sedikit yang mengandung materi dan cahaya. Salah
satunya alam semesta kita.
Jadi,
mengapa alam semesta selua sini?
Karena Alam Semesta Berinflasi
Cukup 0.000 000
000 000 001 detik mundur dari saat anihilasi materi – anti materi kita
sebelumnya. Bila model semesta inflasi benar, maka saat ini alam semesta
diselubungi medan inflasi yang mengendalikan ekspansi eksponensial alam
semesta hanya dalam periode 10-32 detik. Ia merentangkan
alam semesta kita menjadi datar dan seragam.
Pengembangan mendadak ini dipengaruhi efek kuantum. Gejolak
kuantum membuat satu daerah sedikit lebih padat dari daerah lainnya.
Hasilnya adalah bolongan-bolongan di alam semesta kita, yang disebut
void. Seratus juta tahun cahaya ke segala arah kita, ada daerah kosong
yang begitu besar, gelap, tanpa galaksi, tanpa bintang. Bila variasi ini
sedikit saja lebih kecil, maka kita tidak akan ada.
Semua
variasi ini tampaknya acak dan sebagian besar fisikawan percaya kalau
fluktuasi kuantum sama sekali tidak memiliki sebab. Ia adalah sifat
dasar alam semesta.
Pada akhirnya
adalah pertanyaan mengapa alam semesta ada?
Tidak ada satu orang pun yang Tahu
Ya.
Ini tampaknya jawaban yang tidak diinginkan. Kita memang ingin tahu.
Tapi sains tidak dapat menjawabnya. Sains cukup berbesar hati, dengan
segala metode dan teknologi paling maju dan otak paling brilian di alam
semesta, kita belum tahu mengapa alam semesta ada. Yang kita punya
hanyalah setumpuk karya ilmiah fisika teoritis tanpa bukti eksperimental
sama sekali. Memang kita berusaha, para ilmuan sibuk menguji model
standar di LHC dan laboratorium-laboratorium. Mereka juga menatap ke
antariksa dengan berbagai teleskop super tajam.
Beberapa dari kita tampak gatal untuk menjawab tanpa
pengetahuan. Seorang teman mengatakan, karena Tuhan ada. ia menciptakan
alam semesta. Hal ini saya katakan kurang pengetahuan karena well,
memang tidak memerlukan pengetahuan untuk mengatakan hal tersebut. Ambil
contoh petir. Jaman dahulu orang tidak tahu tentang petir, maka mereka
mengatakan Tuhan sedang marah. Sekarang kita tahu kalau petir adalah
peristiwa alam biasa.
Begitu pula
fenomena Big Bang. Apa yang kita tahu adalah alam semesta mengembang ke
segala arah. Karenanya bila dimundurkan ke masa lalu, ia akan berukuran
sangat kecil. Sedemikian kecil hingga satu titik dimana hukum fisika
yang kita ketahui runtuh. Suatu yang disebut skala Planck yang terdiri
dari panjang minimum dan waktu minimum (panjang Planck dan waktu Planck)
Bagaimana alam semesta pada panjang lebih
kecil dari panjang Planck? Bagaimana alam semesta sebelum waktu Planck?
Inilah dimana pengetahuan kita kurang. Kita belum cukup pandai. Yang
dibutuhkan adalah pengetahuan yang lebih banyak, bukannya menjawab tanpa
pengetahuan.
Para ilmuan paling
brilian berdebat tentang apa yang ada dalam skala Planck. Ada yang
bilang kalau ruang, waktu, dan hukum fisika berada dalam singularitas
dimana segalanya muncul dari ketiadaan. Ada juga yang bilang kalau alam
semesta kembali mengembang dalam siklus kembang – kempis tiada akhir
(osilasi).
Jika seandainya Tuhan
menciptakan alam semesta, lalu siapa menciptakan Tuhan? Sejauh yang kita
tahu, alam semesta bukan hanya ada satu. Ada tak terhingga alam
semesta. Apakah Tuhan juga menciptakan tak terhingga banyaknya alam
semesta tersebut? Ataukah Ia ada di salah satu alam semesta? Apakah ia
mengikuti hukum fisika ataukah ia membuat hukum fisika? Lalu dengan
hukum apa ia membuatnya? Dst dst
Seperti
yang anda lihat. Solusi Tuhan adalah sebuah jalan buntu. Tidak ada lagi
kegembiraan akan penemuan baru, dan tidak ada lagi semangat petualangan
ilmiah. Ketiadaan ilmu, itulah yang dicerminkan dari solusi Tuhan.
Mungkin benar apa yang dikatakan Stephen
Hawking, alam semesta ada karena adanya hukum dasar fisika seperti
gravitasi. Setiap saat tercipta alam semesta dengan segala variasi yang
mungkin ada, saling bertumpuk satu di dalam yang lain. Sekarang dengan
semangat inkuiri kita, kita bisa berjuang mencari alam semesta lain
tersebut dan bahkan mungkin membuat alam semesta kita sendiri di lab.
Apakah sekarang anda masih bertanya dari mana hukum tersebut ada?
Pelajarilah hukumnya sebelum bertanya ia datang dari mana. Ia adalah
batas tertinggi logika kita dan sekarang kita sedang mendakinya.
Mungkin anda akan menyadari kalau hukum demikian tidak mungkin
diciptakan. Sama tidak mungkinnnya dengan memasukkan gajah afrika
kedalam telur ayam.
http://www.faktailmiah.com/2010/09/30/mengapa-manusia-ada.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar